Batam – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) dan pemerasan yang dilakukan dua oknum yang disebut-sebut berasal dari organisasi Grib Jaya Kepri mencuat setelah seorang warga negara asing (WNA) bernama Ratu Wangsa melaporkan adanya tekanan dan permintaan uang berkedok kegiatan yayasan. Korban merupakan pemilik Wangsa Spa yang berlokasi di Nagoya Mansion Hotel, Lubuk Baja, Kota Batam, Jum’at(5/12/2025).
Kasus ini mencuat di tengah upaya aparat kepolisian yang terus memberantas praktik premanisme yang mengatasnamakan organisasi masyarakat. Peristiwa tersebut disebut terjadi pada 5 Desember 2025 dan dinilai penting menjadi atensi Kapolresta Barelang serta Kapolda Kepri, demi menjaga keamanan sekaligus memastikan iklim investasi di Batam tetap kondusif.
Saat dihubungi awak media, Ratu Wangsa mengaku selama ini merasa takut dan terpaksa mengikuti permintaan kedua oknum tersebut.
“Terima kasih Abang, saya ucapkan terima kasih telah membantu saya. Karena saya selama ini takut juga, terpaksa saya ikuti. Tapi saya nggak tahan juga dan demi keamanan saya blokir nomor Cikgu Suhardi dan Hendri. Harap biar dia tak bisa menghubungi saya. Karena orang dua ini orang nekat, datang mereka ke kediaman saya dan tempat usaha saya. Apalagi saya seorang wanita dan bukan warga negara Indonesia tentu banyak kekurangan saya. Tapi saya yakin hukum di Indonesia akan menjamin keamanan warga negara asing yang di Indonesia, apalagi saya di Batam berinvestasi.”
Ia juga menjelaskan dirinya aktif dalam kegiatan sosial, dan permintaan uang yang diduga dilakukan kedua oknum itu membuatnya resah.
“Saya bukan hanya sekadar cari uang di Indonesia, tapi saya juga selalu berbuat kegiatan sosial seperti bantu untuk budak pesantren di Tanjung Uma, bagi beras di daerah Sagulung. Bahkan saya juga pernah ikut acara sosial di sekolah di mana Cikgu Hardi mengajar. Saya juga pernah buat acara sama dengan kumpulan yang mana Hendri bilang dia ada perkumpulan masyarakat Grib Jaya, katanya dia bernaung. Saya memang hobi buat kegiatan sosial, tapi saya kan maunya saya langsung membagikan ke masyarakat langsung, bisa saya melihat langsung. Tidak seperti yang dilakukan Cikgu dan Hendri, minta uang pakai yayasan. Kita takut bukan orang yang membutuhkan yang mendapatkan.”
Menurut pengakuannya, uang sempat diberikan pada September lalu saat ia masih berada di Australia.
“Terakhir, Ratu Wangsa menambahkan, karena demi keamanan saya juga takut. Terpaksa saya kasih saja dia pengajuannya itu di bulan September kalau tidak salah tanggalnya. Saat itu saya masih berada di Australia karena saya juga bekerja di sana. Sedikit saya cerita mengapa saya bisa bahasa Melayu, saya keturunan Melayu yang kelahiran Singapura dan berwarganegara Australia. Saya di Batam sudah lama dan saya punya usaha spa juga. Selama ini saya aman-aman saja berinvestasi di Batam. Sejak saya diminta paksa oleh oknum organisasi ini buat saya takut dan tentu hal ini bisa membuat saya investasi di luar Batam atau luar Indonesia. Maka itu jika kawan mau bantu saya bersyukurlah.”
Ia berharap pemerintah memberikan perlindungan kepada WNA yang berusaha di Indonesia.
“Harapan saya pemerintahan Indonesia akan menjamin keamanan warga negara asing. Cukuplah segitu ya Abang, soal saya ingin siap-siap mau ke Kabupaten Karimun. Ada kegiatan sosial kami di Karimun bersama Perpat Karimun.” Tutupnya.
Grib Jaya Kepri: Jika Terbukti, Oknum Akan Ditindak
Menanggapi hal ini, Humas Grib Jaya Kepri, Sandi, memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa organisasi tidak pernah menginstruksikan anggotanya untuk meminta uang dalam bentuk apa pun menggunakan nama Grib Jaya.
“Atas nama organisasi dan pribadi saya mohon maaf dulu Bang, sedikit saya berikan tanggapan. Tapi tolong nanti Abang koordinasi juga dengan pimpinan saya di organisasi, Kabid Humas Bang Ginting dan Pak Rudy Wijaya sebagai Ketua DPD Grib Jaya, karena mereka yang memiliki kapasitas mengambil keputusan. Saya hanya anggota BG.”
Ia juga menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak pernah dilaporkan atau dikoordinasikan dalam struktur organisasi.
“Kalau persoalan pemerasan dilakukan oknum anggota Grib belum bisa kita katakan adalah oknum Grib, karena sejauh ini tidak koordinasi di Grib terkait masalah ini. Tentu jika dipublikasikan Grib Jaya miring, sebagai kader Grib kami tak terima, karena perbuatan oknum semua kena imbas. Jangan gara-gara nila setitik rusak susu se-belanga.”
Sandi mengakui dua nama yang disebut korban merupakan anggota di bidang pendidikan dan OKK, namun menegaskan aktivitas mereka tidak berkaitan dengan Grib Jaya.
“Saya akui jika Suardi anggota Grib Jaya di bidang pendidikan dan Hendri di bidang OKK. Tapi kegiatan dia minta ke Ratu Wangsa kami dari Grib tak mengetahuinya, karena instruksi dari ketua umum melalui ketua di DPD Grib: siapa saja yang menggunakan Grib Jaya untuk mencari keuntungan pribadi mengatasnamakan organisasi Grib Jaya, maka ketua umum tidak segan-segan mengeluarkannya dari Grib Jaya dan menerima sanksi hukum sesuai aturan yang berlaku di Indonesia. Karena Grib bukanlah organisasi premanisme, hadirnya Grib ini untuk membantu masyarakat dan menyukseskan program Pak Presiden Prabowo di daerah. Maka dibentuklah. Jadi kalau ada oknum yang merusak, maka semua kadernya Grib yang rugi.”
Sandi menutup keterangannya dengan mengirimkan kontak para pimpinan organisasi untuk keperluan konfirmasi lanjutan.
“Nanti saya kirim nomor Ketua DPD, Kabid Humas, Kabid Pendidikan dan Kabid OKK untuk dikonfirmasi. Mereka yang memiliki kapasitas untuk bicara.” Tutupnya.
Upaya konfirmasi kepada Suardi dan Hendri masih dilakukan. Hingga berita ini dinaikkan, keduanya belum dapat dihubungi. (Red)













