Gennews.id — Awal tahun 2024, telah hadir teknologi baru yakni satelit Low Earth Orbit (LEO). Tentunya hal ini membuat lanskap bisnis satelit berubah.
Berdasarkan ketinggiannya, satelit LEO saat berada paling ‘bawah’ posisi orbitnya dengan sekitar 500 km hingga 1.200 km dari permukaan Bumi. Sedangkan, satelit GEO berada di jarak terjauh bisa sampai 36 ribu dari permukaan Bumi.
Satelit LEO dikenal saat ini, dengan sebutan Starlink dan OneWeb. Sedangkan, satelit GEO, seperti BRIsat, Telkom 3S, Telkom Merah Putih, maupun Nusantara Satu.
“Secara umum, satelit GEO itu ada beberapa keuntungan. Pertama, tracking satelit sederhana dibanding dengan LEO. Kedua, dengan satu satelit sudah bisa meng-cover daerah yang cukup luas,” ujar Dosen ITB, Kelompok Keahlian Telekomunikasi, Ridwan Effendy di diskusi Forum Indotelko terkait “Menatap Masa Depan Bisnis Satelit GEO” di Jakarta, Selasa (30/1/2024).
“Ketiga, posisi satelit tetap dengan coverage tetap. Dan keempat, deployment realatif mudah dan cepat. Begitu jadi satelit, luncurkan, sementara proses pembuatan satelitnya dibangun stasiun bumi, selesai sudah,” tuturnya dikutip dari detikinet.
Disisi lain, satelit LEO memiliki keunggulan dari latensi yang diberikan akan lebih cepat dibandingkan dengan satelit GEO. Hanya saja, untuk menyediakan konektivitas, wahana antariksa tersebut dibutuhkan jumlah yang sangat banyak, angkanya bisa ribuan.
Diketahui segi umur, satelit LEO terbilang sangat pendek dibandingkan satelit GEO, yakni sekitar 5-6 tahun. Sedangkan, satelit GEO berumur panjang sampai 15 tahunan.
Terakhir Ketua Bidang Infrastruktur Nasional Mastel, Sigit Puspito Wigati Jarot dengan umur satelit LEO yang pendek itu akan semakin banyak sampah antariksa.
“Kalau GEO itu lama, mulai dari perencanaan sampai peluncuran. Nah, (satelit LEO) ini cuma lima tahunan, nanti satelitnya terbuang dan sebagainya. Makanya, nanti isunya itu debris (sampah antariksa) kalau satelit sudah tidak terpakai, terbuang, apakah itu tidak menjadi isu,” tutupnya.
Tinggalkan Balasan